Webinar GREDU ft. ClassIn: Mengatasi Kerugian Belajar dengan Solusi Kolaboratif

Rate this post

Webinar GREDU ft. ClassIn sukses digelar dengan membahas cara mengatasi learning loss dengan solusi kolaboratif. Tapi apa ruginya belajar?

Learning loss adalah istilah yang merujuk secara umum atau khusus pada hilangnya pengetahuan dan keterampilan atau terjadinya kemunduran dalam proses akademik karena kondisi tertentu.

Webinar GREDU ft. ClassIn: Mengatasi Kerugian Belajar dengan Solusi Kolaboratif

Webinar-GREDU-ft.-ClassIn-Mengatasi-Kerugian-Belajar-dengan-Solusi-Kolaboratif

Baca juga:
– GREDU menggalang pendanaan Seri A untuk digitalisasi sektor pendidikan Indonesia
– GREDU menyambut tahun 2021 dan memperkuat sistem pembelajaran di platformnya
– Rangkaian webinar Webinar NextDev Hub X Huawei resmi ditutup
– Fokus pada diskusi, fitur canggih siap rilis di tahun ajaran baru

Kondisi tersebut antara lain, namun tidak terbatas pada, masa liburan panjang dalam kalender akademik, putus sekolah karena kemiskinan, penutupan sekolah tatap muka akibat pandemi, yang mengharuskan pembelajaran jarak jauh dari siswa.

Pengamat dan praktisi pendidikan, Indra Charismiadji pada webinar GREDU ft. ClassIn

pada Kamis (02/09) mengatakan, kondisi learning loss tidak sepenuhnya karena pembelajaran jarak jauh atau karena tidak adanya pembelajaran tatap muka.

Padahal, learning loss seringkali disebabkan oleh metode pengajaran yang hanya terbawa dari kelas dan sepenuhnya diadopsi menjadi pembelajaran daring. Dalam situasi seperti ini, guru mendistribusikan informasi dan komunikasi hanya satu arah, yang menyebabkan siswa mudah bosan dan tidak bersemangat dalam belajar.

Webinar GREDU ft. ClassIn yang dihadiri oleh lebih dari 900 orang ini merupakan bentuk kerjasama nyata antara GREDU dan ClassIn untuk memberikan tips kepada para pendidik di seluruh Indonesia agar tidak terjadi kerugian belajar siswa. Berikut rangkuman GREDU tentang hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengatasi learning loss, menurut pengamat pendidikan dan praktisi Indra Charismiadji.

Pertama, pendidik perlu memiliki mentalitas pertumbuhan

, pemikiran yang tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Pembelajaran daring yang dilakukan di masa pandemi ini misalnya, justru mempercepat para pendidik dan peserta didik menghadapi era digital yang perkembangannya semakin pesat dari waktu ke waktu.
Didukung oleh GliaStudio
Webinar Gredu ft. ClassIn. (Dok Gredu)
Webinar Gredu ft. ClassIn. (Dok Gredu)

Kedua, pendidik juga harus memahami pengelolaan pengetahuan sosioteknis di era digital yang terdiri dari info-budaya, info-struktur dan infrastruktur. Infoculture adalah transfer informasi di era digital, salah satunya kita kenal dengan istilah blended learning, perpaduan antara manusia dan teknologi.

Contoh sederhana blended learning adalah ketika siswa belajar di luar kelas dengan menggunakan video. Saat pembelajaran dimulai, guru dan siswa dapat mendiskusikan hasil atau pemahaman dari materi video tersebut.

Struktur informasi yang berkaitan dengan hal-hal identitas institusi di dunia maya, seperti alamat website, akun komunitas yang terkait dengan nama domain institusi. Institusi pendidikan harus memiliki domain khusus, misalnya sch.id atau ac.id, untuk penyediaan email dari guru dan siswa, agar proses penyampaian informasi tidak tercampur dengan urusan pribadi.

Selain domain, lembaga pendidikan juga perlu menyiapkan aplikasi yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran. Aplikasi tersebut antara lain penggunaan aplikasi komunikasi ClassIn, aplikasi Office berbasis cloud, sistem manajemen sekolah atau learning management system (LMS) GREDU yang mampu menggabungkan manusia dan teknologi, sehingga blended learning dapat diterapkan secara lebih optimal. .

Infrastruktur berbicara tentang perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran digital dan tentu saja alat yang multitasking, yaitu dapat digunakan untuk fungsi yang berbeda. Infrastruktur terkait sarana dan prasarana, peralatan, daya hingga internet, yang merupakan aspek terpenting untuk mendukung kelangsungan pendidikan di era digital.

Akhirnya, pendidik mulai menerapkan kelas modern atau kelas terbalik yang menggabungkan aspek asinkron dan sinkron secara efektif. Pada fase asinkron, siswa mempelajari materi secara individual di luar kelas, baik online maupun offline.

Penggunaan aplikasi Learning Management System (LMS) adalah standar dalam pola ini. Kemudian, pada fase sinkron, pertemuan kelas online dan offline digunakan untuk kegiatan kolaboratif aktif setiap siswa yang mengembangkan pemikiran tingkat tinggi atau HOTS (Higher Order Thinking Skills) melalui pembelajaran berbasis proyek, termasuk presentasi dan

Baca Juga :

https://bursakamera.co.id
https://disparbudtanggamus.id
https://gadgetplus.id
https://eproposal.id
https://bprsmh-bandung.co.id
https://ligo.co.id
https://fraksipks-kabbogor.id